WAHYU PANCA WARSITA
WAHYU
Menurut
sebagian dari faham ajaran spiritual Budaya Jawa, Pancasila itu merupakan
bagian dari Wahyu Sapta
Warsita Panca Pancataning Mulya (Wahyu tujuh kelompok ajaran yang
masing-masing kelompok berisi lima
butir ajaran untuk mencapai kemuliaan, ketenteraman, dan kesejahteraan
kehidupan alam semesta hingga alam keabadian/ akhirat). Sementara itu ada tokoh
spiritual lain menyebutkan Panca Mukti Muni Wacana yang hanya terdiri atas lima kelompok (bukan
tujuh).
Sapta Warsita Panca Pancataning Mulya itu terdiri atas :
1. Panca Sila.
2. Panca Karya.
3. Panca Guna.
4. Panca Dharma.
5. Panca Jaya.
6. Panca Daya.
7. Panca Pamanunggal.
2. Panca Karya.
3. Panca Guna.
4. Panca Dharma.
5. Panca Jaya.
6. Panca Daya.
7. Panca Pamanunggal.
1.
Pancasila
Pancasila merupakan butir-butir ajaran yang perlu dijadikan rujukan
pembentukan sikap dasar atau akhlak manusia.
1.1.Hambeg Manembah.
Hambeg manembah adalah sikap ketakwaan seseorang kepada Tuhan Yang Mahaesa.
Manusia
sebagai makhluk ciptaanNya wajib memiliki rasa rumangsa lan pangrasa
(menyadari) bahwa keberadaannya di dunia ini sebagai hamba ciptaan Ilahi, yang
mengemban tugas untuk selalu mengabdi hanya kepadaNya. Dengan pengabdian yang
hanya kepadaNya itu, manusia wajib melaksanakan tugas amanah yang diemban,
yaitu menjadi khalifah pembangun peradaban serta tatanan kehidupan di alam semesta
ini, agar kehidupan umat manusia, makhluk hidup serta alam sekitarnya dapat
tenteram, sejahtera, damai, aman sentosa, sehingga dapat menjadi wahana
mencapai kebahagiaan abadi di alam kelanggengan ( akhirat ) kelak ( Memayu hayu
harjaning Bawana, Memayu hayu harjaning Jagad Traya, Nggayuh kasampurnaning
hurip hing Alam Langgeng ).
Dengan
sikap ketakwaan ini, semua manusia akan merasa sama, yaitu berorientasi serta
merujukkan semua gerak langkah, serta sepak terjangnya, demi mencapai ridlo
Ilahi, Tuhan Yang Maha Bijaksana ( Hyang Suksma Kawekas ).
Hambeg
Mangeran ini mendasari pembangunan watak, perilaku, serta akhlak manusia.
Sedangkang akhlak manusia akan menentukan kualitas hidup dan kehidupan,
pribadi, keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara.
1.2.Hambeg Manunggal.
Hambeg manunggal adalah sikap bersatu.
Manusia yang hambeg mangeran akan menyadari bahwa manusia itu terlahir di alam
dunia ini pada hakekatnya sama. Kelebihan dan kekurangan yang dimiliki oleh
setiap insan itu memang merupakan tanda-tanda kebesaran Hyang Suksma Adi Luwih
( Tuhan Yang Maha Luhur ). Oleh karena itu sebagai salah satu bentuk dari sikap
ketakwaan seseorang adalah sikap hasrat serta kemauan kerasnya untuk bersatu.
Perbedaan tingkatan sosial, tingkat kecerdasan, dan perbedaan-perbedaan lain
sebenarnya bukan alat untuk saling berpecah belah, tetapi malah harus dapat
dipersatukan dalam komposisi kehidupan yang serasi serta bersinergi. Hanya
ketakwaan lah yang mampu menjadi pendorong tumbuhnya hambeg manunggal ini,
karena manusia akan merasa memiliki satu tujuan hidup, satu orientasi hidup,
dan satu visi di dalam kehidupannya.
Di
dalam salah satu ajaran spiritual, hambeg manunggal itu dinyatakan sebagai,
manunggaling kawula lan gustine (bersatunya antara rakyat dengan pemimpin), manunggale
jagad gedhe lan jagad cilik (bersatunya jagad besar dengan jagad kecil ),
manunggale manungsa lan alame ( bersatunya manusia dengan alam sekitarnya
), manunggale dhiri lan bebrayan ( bersatunya individu dengan masyarakat luas
), manunggaling sapadha-padha ( persatuan di antara sesama ), dan sebagainya.
1.3.Hambeg Welas Asih.
Hambeg welas asih adalah sikap kasih sayang.
Manusia yang hambeg mangeran, akan merasa dhirinya dengan sesama manusia
memiliki kesamaan hakikat di dalam hidup. Dengan kesadaran itu, setelah hambeg
manunggal, manusia wajib memiliki rasa welas asih atau kasih sayang di antara
sesamanya. Sikap kasih sayang itu akan mampu semakin mempererat persatuan dan
kesatuan.
1.4. Hambeg Wisata.
Hambeg wisata adalah sikap tenteram dan mantap.
Karena ketakwaannya kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, manusia akan bersikap
tenteram dan merasa mantap di dalam kehidupannya. Sikap ini tumbuh karena
keyakinannya bahwa semua kejadian ini merupakan kehendak Sang Pencipta.
Hambeg
wisata bukan berarti pasrah menyerah tanpa usaha, tetapi justru karena
kesadaran bahwa semua kejadian di alam semesta ini terjadi karena kehendakNya,
sedangkan Tuhan juga menghendaki manusia harus membangun tata kehidupan untuk
mensejahterakan kehidupan alam semesta, maka dalam rangka hambeg wisata itu
manusia juga merasa tenteram dan mantap dalam melakukan usaha, berkarya, dan
upaya di dalam membangun kesejahteraan alam semesta. Manusia akan merasa mantap
dan tenteram hidup berinteraksi dengan sesamanya, untuk saling membantu, bahu membahu,
saling mengingatkan, saling mat sinamatan, di dalam kehidupan.
1.5.Hambeg Makarya Jaya Sasama.
Hambeg Makarya Jaya Sasama adalah sikap kemauan keras berkarya, untuk mencapai kehidupan,
kejayaan sesama manusia.
Manusia wajib menyadari bahwa keberadaannya berasal dari asal yang sama, oleh
karena itu manusia wajib berkarya bersama-sama menurut potensi yang ada pada
dirinya masing-masing, sehingga membentuk sinergi yang luar biasa untuk
menjapai kesejahteraan hidup bersama. Sikap hambeg makarya jaya sesama akan
membangun rasa “tidak rela” jika masih ada sesama manusia yang hidup kekurangan
atau kesengsaraan.
2.
Panca Karya
Panca karya merupakan butir-butir ajaran sebagai rujukan berkarya
di dalam kehidupan.
2.1.Karyaning Cipta Tata.
Karyaning Cipta Tata adalah kemampuan berfikir secara runtut,
sistematis, tidak semrawut ( tidak worsuh, tidak tumpang tindih ). Manusia wajib mengolah kemampuan
berfikir agar mampu menyelesaikan semua persoalan hidup yang dihadapinya secara
sistematis dan tuntas. Setiap menghadapi permasalahan wajib mengetahui duduk
permasalahannya secara benar, mengetahui tujuan penyelesaian masalah yang benar
beserta berbagai standar kriteria kinerja yang hendak dicapainya, mengetahui
kendala-kendala yang ada, dan menyusun langkah atau strategi penyelesaian
masalah yang optimal.
2.2.Karyaning Rasa Resik.
Karyaning rasa resik adalah kemampuan bertindak obyektif, bersih,
tanpa dipengaruhi dorongan hawa nafsu, keserakahan, ketamakan, atau kepentingan
pribadi
yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kebenaran/budi luhur.
2.3.Karyaning Karsa Lugu.
Karyaning Karsa Lugu adalah kemampuan berbuat bertindak sesuai suara kesucian
relung kalbu yang paling dalam,
yang pada dasarnya adalah hakekat kejujuran fitrah Ilahiyah ( sesuai kebenaran
sejati yang datang dari Tuhan Yang Maha Suci/Hyang Suksma Jati Kawekas ).
2.4.Karyaning Jiwa Mardika.
Karyaning Jiwa Mardika adalah kemampuan berbuat sesuai dengan dorongan Sang Jiwa yang
hanya menambatkan segala hasil karya, daya upaya, serta cita-cita kepada Tuhan
Yang Maha Kuasa, terbebas dari cengkeraman pancaindera dan hawa nafsu
keserakahan serta ketamakan akan keduniawian.
Karyaning Jiwa Mardika akan mampu mengendalikan keduniaan, bukan diperbudak
oleh keduniawian ( Sang Jiwa wus bisa murba lan mardikaake sagung paraboting
kadonyan ).
2.5.Karyaning Suksma Meneng.
Karyaning Suksma Meneng adalah kemampuan berbuat berlandaskan kemantapan peribadatannya
kepada Tuhan Yang Maha Bijaksana, berlandaskan kebenaran, keadilan, kesucian
fitrah hidup, “ teguh jiwa, teguh suksma, teguh hing panembah “. Di dalam setiap gerak langkahnya,
manusia wajib merujukkan hasil karya ciptanya pada kehendak Sang Pencipta, yang
menitipkan amanah dunia ini kepada manusia agar selalu sejahtera.
3.
Panca Guna.
Panca guna merupakan butir-butir ajaran untuk mengolah potensi
kepribadian dasar manusia sebagai modal dalam mengarungi bahtera kehidupan.
3.1.Guna Empan Papaning Daya Pikir.
Guna empan papaning daya pikir adalah kemampuan untuk berkonsentrasi, berfikir secara benar,
efektif, dan efisien (
tidak berfikir melantur, meratapi keterlanjuran, mengkhayal yang tidak
bermanfaat, tidak suka menyia-nyiakan waktu ).
3.2.Guna Empan Papaning Daya Rasa.
Guna empan papaning daya rasa adalah kemampuan untuk mengendalikan kalbu, serta perasaan ( rasa, rumangsa, lan pangrasa ),
secara arif dan bijaksana.
3.3.Guna Empan Papaning Daya Karsa.
Guna empan papaning daya karsa adalah kemampuan untuk mengendalikan,
dan mengelola kemauan, cita-cita, niyat, dan harapan.
3.4.Guna Empan Papaning Daya Karya.
Guna empan papaning daya karya adalah kemampuan untuk berkarya, berbuat sesuatu yang bermanfaat
bagi dirinya, keluarga, masyarakat, bangsa, dan negaranya.
3.5.Guna Empan Papaning Daya Panguwasa.
Guna empan papaning daya panguwasa adalah kemampuan untuk
memanfaatkan serta mengendalikan kemampuan, kekuasaan, dan kewenangan secara
arif dan bijaksana (tidak
menyalahgunakan kewenangan). Kewenangan, kekuasaan, serta kemampuan yang
dimilikinya dimanfaatkan secara baik, benar, dan tepat untuk mengelola (merencanakan,
mengatur, mengendalikan, dan mengawasi ) kehidupan alam semesta.
4.
Panca Dharma.
Panca
dharma
merupakan butir-butir ajaran rujukan pengarahan orientasi hidup dan
berkehidupan, sebagai penuntun bagi manusia untuk menentukan visi dan misi
hidupnya.
4.1.Dharma
Marang Hingkang Akarya Jagad.
Dharma
marang Hingkang Akarya Jagad
adalah melaksanakan perbuatan mulia sebagai perwujudan pelaksanaan kewajiban
umat kepada Sang Pencipta. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Mahaesa untuk
selalu menghambakan diri kepada-Nya. Oleh karena itu semua perilaku, budi daya,
cipta, rasa, karsa, dan karyanya di dunia tiada lain dilakukan hanya
semata-mata sebagai bentuk perwujudan dari peribadatannya kepada Tuhan Yang
Maha Kuasa, untuk mensejahterakan alam semesta ( memayu hayuning harjaning
bawana, memayu hayuning jagad traya ).
4.2.Dharma
Marang Dhirine.
Dharma
marang dhirine
adalah melaksanakan kewajiban untuk memelihara serta mengelola dhirinya secara
baik. Olah raga, olah cipta, olah rasa, olah karsa, dan olah karya perlu
dilakukan secara baik sehingga sehat jasmani, rohani, lahir, dan batinnya.
Manusia
perlu menjaga kesehatan jasmaninya. Namun demikian mengasah budi, melalui
belajar agama, budaya, serta olah batin, merupakan kewajiban seseorang terhadap
dirinya sendiri agar dapat mencapai kasampurnaning urip, mencapai kebahagiaan
serta kesejahteraan di dunia dan di akhirat.
Dengan
kesehatan jasmani, rohani, lahir, dan batin tersebut, manusia dapat memberikan
manfaat bagi dirinya sendiri.
4.3.Dharma
Marang Kulawarga.
Dharma
marang kulawarga
adalah melaksanakan kewajiban untuk memenuhi akhak keluarga. Keluarga merupakan
kelompok terkecil binaan manusia sebagai bagian dari masyarakat bangsa dan
negara. Pembangunan keluarga merupakan fitrah manusiawi. Kelompoh ini tentunya
perlu terbangun secara baik. Oleh karena itu sebagai manusia memiliki kewajiban
untuk melaksanakan tugas masing-masing di dalam lingkungan keluarganya secara
baik, benar, dan tepat.
4.4.Dharma
Marang Bebrayan.
Dharma
marang bebrayan adalah melaksanakan kewajiban untuk turut serta membangun
kehidupan bermasyarakat secara baik, agar dapat membangun masyarakat binaan
yang tenteram damai, sejahtera, aman sentosa.
4.5.Dharma
Marang Nagara.
Dharma
marang nagara adalah melaksanakan kewajiban untuk turut serta membangun negara
sesuai peran dan kedudukannya masing-masing, demi kesejahteraan, kemuliaan,
ketenteraman, keamanan, kesetosaan, kedaulatan, keluhuran martabat, kejayaan,
keadilan, dan kemakmuran bangsa dan negaran beserta seluruh lapisan rakyat, dan
masyarakatnya.
5. Panca Jaya.
Panca
jaya
merupakan butir-butir ajaran sebagai rujukan penetapan standar kriteria atau
tolok ukur hidup dan kehidupan manusia.
5.1.Jayeng
Dhiri.
Jayeng
dhiri
artinya mampu menguasai, mengendalikan, serta mengelola dirinya sendiri,
sehingga mampu menyelesaikan semua persoalan hidup yang dihadapinya, tanpa
kesombongan ( ora rumangsa bisa, nanging bisa rumangsa lan hangrumangsani,
kanthi rasa, rumangsa, lan pangrasa ).
5.2.Jayeng
Bhaya.
Jayeng
Bhaya
artinya mampu menghadapi, menanggulangi, dan mengatasi semua bahaya, ancaman,
tantangan, gangguan, serta hambatan yang dihadapinya setiap saat, dengan modal
kepandaian, kepiawaian, kecakapan, akal, budi pekeri, ilmu, pengetahuan,
kecerdikan, siasat, kiat-kiat, dan ketekunan yang dimilikinya. Dengan modal
itu, seseorang diharapkan mampu mengatasi semua permasalahan dengan cara yang
optimal, tanpa melalui pengorbanan ( mendatangkan dampak negatif ), sehingga
sering disebut ‘nglurug tanpa bala, menang tanpa ngasorake‘ ( menyerang tanpa
pasukan, menang dengan tidak mengalahkan).
5.3.Jayeng
Donya.
Jayeng
donya
artinya mampu memenuhi kebutuhan kehidupan di dunia, tanpa dikendalikan oleh
dorongan nafsu keserakahan. Dengan kemampuan mengendalikan nafsu keserakahan di
dalam memenuhi segala bentuk hajat serta kebutuhan hidup, maka manusia akan
selalu peduli terhadap kebutuhan orang lain, dengan semangat tolong menolong,
serta memberikan hak-hak orang lain, termasuk fakir miskin ( orang lemah yang
nandang kesusahan/ papa cintraka).
5.4.Jayeng
Bawana Langgeng.
Jayeng
bawana langgeng
artinya mampu mengalahkan semua rintangan, cobaan, dan godaan di dalam
kehidupan untuk mempersiapkan diri, keturunan, dan generasi penerus sehingga
mampu mencapai kebahagiaan hidup dan kehidupan di dunia dan akhirat.
5.5.Jayeng
Lana ( mangwaseng hurip lahir batin kanthi langgeng ).
Jayeng
lana
artinya mampu secara konsisten menguasai serta mengendalikan diri lahir dan
batin, sehingga tetap berada pada hidup dan kehidupan di bawah ridlo Ilahi.
6. Panca Daya.
Panca
daya
merupakan butir-butir ajaran sebagai rujukan sikap dan perilaku manusia sebagai
insan sosial, atau bagian dari warga masyarakat, bangsa dan negara. Di samping
itu sementara para penghayat spiritual kebudayaan Jawa mengisyaratkan bahwa
pancadaya itu merupakan komponen yang mutlak sebagai syarat pembangunan
masyarakat yang adil, makmur, sejahtera, aman, dan sentosa lahir batin.
6.1.Daya
Kawruh Luhuring Sujanma.
Daya
kawruh luhuring sujanma
artinya kekuatan ilmu pengetahuan yang mampu memberikan manfaat kepada
kesejahteraan alam semesta.
6.2.Daya
Adiling Pangarsa.
Daya
adiling pangarsa/tuwanggana
artinya kekuatan keadilan para pemimpin.
6.3.Daya
Katemenaning Pangupa Boga.
Daya
katemenaning pangupa boga artinya
kekuatan kejujuran para pelaku perekonomian ( pedagang, pengusaha ).
6.4.Daya
Kasetyaning Para Punggawa lan Nayaka.
Daya
kasetyaning para punggawa lan nayaka
artinya kekuatan kesetiaan para pegawai/ karyawan.
6.5.Daya
Panembahing Para Kawula.
Daya
panembahing para kawula artinya
kekuatan kemuliaan akhlak seluruh lapisan masyarakat ( mulai rakyat kecil
hingga para pemimpinnya; mulai yang lemah hingga yang kuat, mulai yang nestapa
hingga yang kaya raya, mulai kopral hingga jenderal, mulai sengsarawan hingga
hartawan ).
7. Panca
Pamanunggal ( Panca Panunggal ).
Panca pamanunggal adalah butir-butir ajaran rujukan kriteria sosok manusia pemersatu. Sementara tokoh penghayat spiritual jawa menyebutkan bahwa sosok pimpinan yang adil dan akan mampu mengangkat harkat serta martabat bangsanya adalah sosok pimpinan yang di dalam jiwa dan raganya bersemayam perpaduan kelima komponen ini.
Panca pamanunggal adalah butir-butir ajaran rujukan kriteria sosok manusia pemersatu. Sementara tokoh penghayat spiritual jawa menyebutkan bahwa sosok pimpinan yang adil dan akan mampu mengangkat harkat serta martabat bangsanya adalah sosok pimpinan yang di dalam jiwa dan raganya bersemayam perpaduan kelima komponen ini.
7.1.Pandhita
Suci Hing Cipta Nala.
Pandita
suci hing cipta nala
adalah sosok insan yang memiliki sifat fitrah, yaitu kesucian lahir batin,
kesucian fikir dan tingkah laku demi memperoleh ridlo Ilahi.
7.2.Pamong
Waskita.
Pamong
waskita
adalah sosok insan yang mampu menjadi pelayan masyarakat yang tanggap aspirasi
yang dilayaninya.
7.3.Pangayom
Pradah Ber Budi Bawa Bawa Leksana.
Pangayom
pradhah ber budi bawa leksana
adalah sosok insan yang mampu melindungi semua yang ada di bawah
tanggungjawabnya, mampu bersifat menjaga amanah dan berbuat adil berdasarkan
kejujuran.
7.4.Pangarsa
Mulya Limpat Wicaksana.
Pangarsa
mulya limpat wicaksana
artinya sosok insan pemimpin yang berbudi luhur, berakhlak mulia, cakap,
pandai, handal, profesional, bertanggungjawab, serta bijaksana.
7.5.Pangreh
Wibawa Lumaku Tama.
Pangreh
wibawa lumaku tama
artinya sosok insan pengatur, penguasa, pengelola yang berwibawa, memiliki jiwa
kepemimpinan yang baik, mampu mengatur bawahan dengan kewenangan yang
dimilikinya, tetapi tidak sewenang-wenang, karena berada di dalam selalu berada
di dalam koridor perilaku yang mulia (laku utama).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar