Kamis, 01 November 2012

TRADISI RUWATAN.... TRADISI ADALAH TRADISI



Ruwatan adalah salah satu tradisi jawa yang sudah berumur ratusan tahun, yang sampai sekarang masih dipertahankan oleh masyarakat jawa pada umumnya. Dalam pelaksanaanya, ruwatan sebenarnya adalah doa untuk memohon perlindungan kepada Allah SWT dari berbagai mara bahaya dan bencana, baik untuk diri sendiri ataupun untuk lingkungan yang ada di sekitar kita.
 
Dalam masyarakat Jawa, ruwatan biasanya dilakukan dengan mengadakan pagelaran pewayangan. Pagelaran wayang kulit ruwatan dilakukan pada siang hari dan dalangnya pun merupakan dalang ruwat. Berbeda dengan pagelaran wayang kulit pada umumnya, yang dilakukan pada malam hari semalam suntuk.
 
Dalam masyarakat Jawa, ritual ruwat dibedakan dalam tiga golongan besar yaitu :
1. Ritual ruwat untuk diri sendiri.
2. Ritual ruwat  untuk lingkungan.
3. Ritual ruwat untuk wilayah.
 
 
1. Ruwatan Diri Sendiri
Ritual Ruwatan Diri Sendiri Menurut Kitab Primbon Mantrawara III, Mantra Yuda
Apabila dalam kehidupan sehari harinya, apabila seseorang merasa selalu sial atau dalam bahasa jawa disebut apes, menurut kepercayaan Jawa orang seperti ini harus melakukan upacara ruwatan terhadap diri sendiri atau yang disebut Ruwatan Anggara Kencana. dalam kepercayaan masyarakat jawa, kesialan  yang sering dialami berasal dari sedulur papat limo pancer atau yang timbul karena keberadaan makhluk halus.
Syarat dari ritual ini adalah mengambil sedikit darah di sekitar tempat keberadaan atau bersemayamnya makhluk halus itu. Darah yang diambil kemudian (dilarung). Cara mengambil darah ini adalah dengan mengunakan duri yang kemudian dioleskan pada kapas putih. Duri dan kapas nantinya akan dilabuh bersama-sama dengan syarat yang lain, berupa :
 
1. Beras 4 kg,
2. Salawat 1 Dirham (uang senilai emas  1 gram),
3. Ayam,
4. Teklek (sandal dari kayu, atau bisa digantikan sandal biasa),
5. Benang Lawe satu gulung,
6. Telur ayam yang baru saja keluar (belum ada sehari),
7. Gula setangkep (gula Jawa satu pasang), gula pasir 1 kg,
8. Kelapa 1 buah.
 
Kelapa, benang lawe, telur ayam, beserta kapas dan duri dilabuh sambil membaca mantera: “Ingsung ora mbuwang klapa lan isine, ananging mbuwang apa kang ndadekake apesing awakku”. (Aku tidak membuang kelapa beserta isinya, tetapi aku membuang apa yang menjadikan kesialan bagiku).
Selain beberapa benda yang dilarung atau dilabuh tersebut, diikrarkan untuk disedekahkan kepada siap yang dikehendakinya, dan sebaiknya sodaqoh kepada orang yang membutuhkan.
 
 
2. Ruwatan Untuk Lingkungan
 
Ruwatan yang dilakukan untuk lingkungan biasanya dilakukan dengan sebutan mageri atau memberikan pagar gaib pada sebuah lokasi. Hal semacam memberikan pagar gaib pada sebuah lokasi (anggap saja rumah) ditujukan untuk beberapa hal, antara lain :
1.   Memberikan daya magis yang bersifat menahan, menolak, atau memindahkan daya (energi) negatif yang berada dalam rumah atau hendak masuk kedalam rumah. Cara semacam ini biasanya dilakukan dengan menanam tumbal yang diperlukan, misalnya kepala kerbau atau kepala kambing.
2.    Memberikan pagar agar tidak dimasuki oleh orang yang hendak berniat jahat.
3.    Memberikan kekuatan gaib yang bersifat mengusir atau mengurung makhluk halus yang berbeda dalam lingkup pagar gaib.
 
Pada saat ini, bentuk pemagaran gaib yang sering ditemui dalam masyarakat Jawa sekitar kita berbentuk menanam rajah, menanam tumbal, membaca doa untuk membuat pagar dan masih banyak metede lainnya. Acara atau ritual ruwatan yang ditujukan untuk memagari sebuah lokasi ini kemudian berubah dalam pelaksanaannya karena sebagian masyarakat Jawa sekarang sudah cenderung mempercayai hal-hal yang bersifat ilmiah.
Ritual ruwatan dalam masyarakat Jawa  yang masih berlaku biasanya adalah pemagaran gaib yang dilakukan dengan menyediakan berbagai jenis sesaji dan melakukan ritual sendiri. Penerapan ritual ruwatan tidak jauh berbeda antara satu tujuan dengan tujuan yang lain. Pelaksanaan yang umum dilakukan dalam masyarakat Jawa adalah dengan menggelar lakon pewayangan yang berisi tentang ruwatan itu sendiri. Dalang dalam menampilkan pagelarannya menyajikan salah satu dari beberapa jenis lakon.
 
 
3. Ruwatan Untuk Desa atau Wilayah Yang Luas
Menurut Babon Primbon Kagungan Dalem KPH Tjakraningrat (Kanjeng Raden hadipati Danureja IV).
Pada umumnya, pangruwatan Murwa Kala dilakukan dengan pagelaran pewayangan yang membawa cerita Murwa Kala dan dilakukan oleh dalang khusus memiliki kemampuan dalam bidang ruwatan. Pada ritual pangruwatan, bocah sukerta dipotong rambutnya dan menurut kepercayaan masyarakat Jawa, kesialan dan kemalangan sudah menjadi tanggungan dari dalang karena anak sukerta sudah menjadi anak dalang.  Karena pagelaran wayang merupakan acara yang dianggap sakral dan memerlukan biaya yang cukup banyak, maka pelaksanaan ruwatan pada zaman sekarang ini dengan pagelaran wayang dilakukan dalam wilayah pedesaan atau pedusunan.
Proses ruwatan seperti yang diterangkan ini bisa ditujukan untuk seseorang yang akan diruwat, namun pelaksanaannya pada siang hari. Sedangkang untuk meruwat lingkup lingkungan, biasanya dilakukan pada malam hari. Perbedaan pemilihan waktu pelaksanaan pagelaran ditentukan melalui perhitungan hari dan pasaran.
 
 Sesaji ruwatan..... 
 
 
1.    Dua ranting kayu dadap srep lengkap dengan daunnya. 
2.    Dua batang tebu dengan daunnya. 
3.    Sepasang kelapa muda. 
4.    Dua ikat padi. 
5.    Dua tandan buah kelapa. 
6.    Dua tandan buah pisang. 
7.    Alat dapur seperti penggorengan, centong dll. 
8.    Alat pertanian : cangkul, arit,caping dll. 
9.    Sepasang merpati, bebek, angsa dll. 
10. Disedikan sejumlah ayam, satu sukerto satu ayam.Ayam jago untuk sukerto lelaki dewasa, ayam betina untuk sukerto wanita . Ayam jago muda untuk sukerto lelaki remaja, ayam betina muda untuk sukerto putri remaja. 
11. Tujuh lembar batik dengan motif : bangun tulak, sindur, gading melati, poleng semen, truntum, sulur ringin dan tuwuh watu. 
12. Kendil baru diisi beras dan sebuah telor, dua sisir pisang raja, suruh ayu yang belum jadi,kembang boreh- tepung beras dicampur kembang, uang dengan nilai Rp.25 atau Rp.250 atau Rp.2500. 
13. Tikar dan bantal baru, minyak wangi, sisir, bedak, cermin dan kendil. 
14. Sekul among- nasi dengan sayuran dan telur, biasanya untuk bancakan, syukuran anak kecil. 
15. Sekul liwet- nasi dengan lauk sambal gepeng. 
16. Sepasang golong lulut- dua bulatan nasi ketan dengan telur goreng. 
17. Beberapa buah ketupat, salah satunya diisi ikan lele atau wader goreng. 
18. Golong orean untuk setiap sukerto ( bulatan nasi dengan ayam panggang). Untuk setiap sukerto jumlahnya sesuai dengan wetonnya. Misal sukerto yang wetonnya Minggu Legi, golong oreannya 10 biji, yang Sabtu Paing jumlah oreannya 18, begitu seterusnya. 
19. Tumpeng robyong, nasi tumpeng yang diatasnya ditaruh cabe merah dicampur sayur gudangan dan telur rebus mengitari tumpeng. 
20. Sekul gebuli, nasi kebuli dengan lauk ikan. 
21.  Rasulan, nasi dengan lauk daging kambing dan sayuran. 
22. Jajan pasar, beberapa kue yang biasa dijual dipasar. 
23. Pala kependem,seperti ketela, kacang  dsb. Empat tumpeng nasi, warnanya : merah, putih, hitam dan kuning. 
24. 7 macam rujak dan 7 macam bubur. Jangan menir yang dibuat dari daun kelor, arang-arang kembang- nasi goreng sangan dengan air gula, gethok- potongan daging segar dengan santan dan air gula, edan- potongan kunyit dari papah lompong/batang talas dengan air gula, ulek –degan- irisan berbagai buah dengan cabai dan air gula, irisan kelapa dicampur air kelapa ditambah gula kelapa. 
25. Berbagai bubur jenang : merah putih, pliringan- garis-garis merah putih dengan sedikit merah ditengah, bulus angrem – dalam bentuk bulus sedang mengeram, palang- diatas bubur merah ada palang putih, sungsum – bubur tepung beras diberi air gula Jawa. 
26. Tuak dan badek/ legen- minuman segar dari pohon aren. 
27.  Klepat-klepet- daun gadungsari dan dadap srep dibungkus dengan daun kelapa. 
28.  Klepon – serabi merah putih, uler-uler – jadah dan wajik. 
29.  Sepasang kembar mayang yang dipayungi. 
30.  Sebuah pecut baru. 
31.  Sebuah sapu lidi yang diikat dengan gelang perak 
 
 
Orang yang termasuk kategori sukerto atau orang yang yang harus diruwat
 
 
Pujangga Ronggowarsito dalam kitab Pustaka Raja Purwa menyebutkan orang sukerta ada 136 macam. 
Kitab Centini (Sri Paku Buwana V) hanya menyebutkan 19 macam. 
Serat Murwakala menyebutkan sebanyak 147 macam. 
Dan Kitab Manik Maya dan Pakem Pengruwatan Murwakala sama-sama menyebutkan orang sukerta ada 60 macam.
 
1.  Ontang-Anting, yaitu anak tunggal laki-laki atau perempuan.
2.  Uger-Uger Lawang, yaitu dua orang anak yang kedua-duanya laki-laki dengan catatan   tidak anak yang meninggal.
3.  Sendhang Kapit Pancuran, yaitu 3 orang anak, yang sulung dan yang bungsu laki-laki sedang anak yang ke 2 perempuan.
4.  Pancuran Kapit Sendhang, yaitu 3 orang anak, yang sulung dan yang bungsu perempuan sedang anak yang ke 2 laki-laki.
5.  Anak Bungkus, yaitu anak yang ketika lahirnya masih terbungkus oleh selaput pembungkus bayi ( placenta ).
6.  Anak Kembar, yaitu dua orang kembar putra atau kembar putri atau kembar “dampit” yaitu seorang laki-laki dan seorang perempuan ( yang lahir pada saat bersamaan ) .
7.  Kembang Sepasang, yaitu sepasang bunga yaitu dua orang anak yang kedua-duanya perempuan.
8.  Kendhana-Kendhini, yaitu dua orang anak sekandung terdiri dari seorang laki-laki dan seorang perempuan.
9.  Saramba, yaitu 4 orang anak yang semuanya laki-laki.
10. Srimpi, yaitu 4 orang anak yang semuanya perempuan.
11. Mancalaputra atau Pandawa, yaitu 5 orang anakyang semuanya laki-laki.
12. Mancalaputri, yaitu 5 orang anak yang semuanya perempuan.
13. Pipilan, yaitu 5 orang anak yang terdiri dari 4 orang anak perempuan dan 1 orang anak laki-laki.
14.  Padangan, yaitu 5 orang anak yang terdiri dari 4 orang laki-laki dan 1 orang anak perempuan.
15. Julung Pujud, yaitu anak yang lahir saat matahari terbenam.
16. Julung Wangi, yaitu anak yang lahir bersamaan dengan terbitnya matahari.
17. Julung Sungsang, yaitu anak yang lahir tepat jam 12 siang.
18. Tiba Ungker, yaitu anak yang lahir, kemudian meninggal.
19. Jempina, yaitu anak yang baru berumur 7 bulan dalam kandungan sudah lahir.
20.  Tiba Sampir, yaitu anak yang lahir berkalung usus.
21.  Margana, yaitu anak yang lahir dalam perjalanan.
22.  Wahana, yaitu anak yang lahir dihalaman atau pekarangan rumah.
23.  Siwah atau Salewah, yaitu anak yang dilahirkan dengan memiliki kulit dua macem warna, misalnya hitam dan putih.
24.  Bule, yaitu anak yang dilahirkan berkulit dan berambut putih ” bule “.
25.  Kresna, yaitu anak yang dilahirkan memiliki kulit hitam.
26.  Walika, yaitu anak yang dilahirkan berwujud bajang atau kerdil.
27.  Wungkuk, yaitu anak yang dilahirkan dengan punggung bengkok.
28.  Dengkak, yaitu anak yang dilahirkan dengan punggung menonjol, seperti punggung onta .
29.  Wujil, yaitu anak yang lahir dengan badan cebol atau pendek.
30.  Lawang Menga, yaitu anak yang dilahirkan bersamaan keluarnya ” Candikala ” yaitu ketika warna langit merah kekuning-kuningan.
31.  Made, yaitu anak yang lahir tanpa alas ( tikar ).
32.  Orang yang ketika menanak nasi, merobohkan ” Dandhang ” ( tempat menanak nasi ).
33.  Memecahkan ” Pipisan ” dan mematahkan ” Gandik ” ( alat landasan dan batu penggiling untuk menghaluskan ramu-ramuan obat tradisional).
34.  Orang yang bertempat tinggal di dalam rumah yang tak ada ” tutup keyongnya “.
35.  Orang tidur di atas kasur tanpa sprei ( penutup kasur ).
36.  Orang yang membuat pepajangan atau dekorasi tanpa samir atau daun pisang.
37.  Orang yang memiliki lumbung atau gudang tempat penyimpanan padi dan kopra tanpa diberi alas dan atap.
38.  Orang yang menempatkan barang di suatu tempat ( dandhang – misalnya ) tanpa ada tutupnya.
39.  Orang yang membuat kutu masih hidup.
40.  Orang yang berdiri ditengah-tengah pintu.
41.  Orang yang duduk didepan ( ambang ) pintu.
42.  Orang yang selalu bertopang dagu.
43.  Orang yang gemar membakar kulit bawang.
44.  Orang yang mengadu suatu wadah / tempat ( misalnya dandhang diadu dengan dandhang ).
45.  Orang yang senang membakar rambut.
46.  Orang yang senang membakar tikar dengan bambu ( galar ).
47.  Orang yang senang membakar kayu pohon ” kelor “.
48.  Orang yang senang membakar tulang.
49.  Orang yang senang menyapu sampah tanpa dibuang atau dibakar sekaligus .
50.  Orang yang suka membuang garam.
51.  Orang yang senang membuang sampah lewat jendela.
52.  Orang yang senang membuang sampah atau kotoran dibawah ( dikolong ) tempat tidur.
53.  Orang yang tidur pada waktu matahari terbit .
54.  Orang yang tidur pada waktu matahari terbenam ( wayah surup ).
55.  Orang yang memanjat pohon disiang hari bolong atau jam 12 siang ( wayah bedhug ).
56.  Orang yang tidur diwaktu siang hari bolong jam 12 siang.
57.  Orang yang menanak nasi, kemuadian ditinggal pergi ketetangga.
58.  Orang yang suka mengaku hak orang lain
59.  Orang yang suka meninggalkan beras di dalam ” lesung ” ( tempat penumbuk nasi ).
60.  Orang yang lengah, sehingga merobohkan jemuran ” wijen ” ( biji-bijian ).
Itulah 60 jenis ” Sukerta ” menurut Kitab Manik Maya dan Pakem Pengruwata.
 
RUWATAN
 
Ruwatan Javanese tradition is one of hundreds that have been aged out, which is still maintained by the Java community at large. In its implementation, is actually Ruwatan to invoke the protection prayer to God Almighty from a variety of dangers and disasters, either for yourself or for the environment that exists around us.
 
In the Java community, Ruwatan usually done by holding a puppet show. Leather puppet Ruwatan done during the day and was a mastermind behind it ruwat. Unlike the leather puppet in general, which is done at night all night long.
 
In the Java community, ritual ruwat differentiated into three major categories namely:
 
1. Ruwatan for yourself.
2. Ruwatan for the environment.
3. Ruwatan for the region.

1. Ruwatan Yourself

Ritual Ruwatan Yourself According to the Book Primbon Mantrawara III, Mantra Yuda....
If in real life day, if a person feels is always unlucky or in the Java language called apes, according to Javanese beliefs of people like this should do the ceremony Ruwatan to self or so-called Golden Ruwatan Anggara. in the Java community trust, which is often experienced bad luck comes from sedulur papat limo pancer  or arising due to the existence of supernatural beings.
 
Terms of this ritual is taking a bit of blood around the existence or spirits bersemayamnya it. Blood is taken and then washed away into rivers or the sea. How to take this blood is by using a burr which is then smeared on white cotton. Dorsal and cotton will be washed away into rivers or the sea together with other conditions, such as:
 
1. 4 kg of rice,
2. Salawat 1 dirham (money worth gold 1 gram),
3. chicken,
4. Teklek (wooden sandals, or slippers can be replaced by ordinary),
5. Yarn Lawe one ball,
6. Chicken egg that has just come out (no day),
7. Setangkep sugar (sugar Java one pair), 1 kg sugar,
8. Coconut a fruit.
 
Coconut, cotton waste yarn, chicken eggs, along with cotton and thorns into rivers or the sea swept away while reading the incantation:

  "Ingsung Ora mbuwang klapa lan isine , ananging mbuwang apa kang ndadekake apesing awakku". (I did not throw coconuts and its contents, but I throw away what makes the bad luck to me).

Apart from a few objects that dilarung / dilabuh or washed away into rivers or the sea, swore to the wherewithal to be ready she wants, and should sodaqoh to people in need.
 
 
2. Ruwatan To Environment


Ruwatan being done to the environment is usually done with the title mageri or provide magical fence at a location. It sort of gives the fence unseen on a site (let's say a house) is intended for several things, among others:
 
1.  Give the magical power of nature resist, refuse, or move the power (energy) is negative which is in the home or about to go into the house. Such measures are usually carried out by planting victimizing necessary, for example, the head of buffalo or goat's head.
2.   Provide a fence so as not to be entered by people who want to harm.
3.  Provide supernatural powers that are expelled or shut different spirits within the scope of magical fence.
 
 
At this time, the form of invisible fencing that is often encountered in the Java community around us-shaped rajah planting, planting victimizing, read a prayer to make fences and many other metede. Event or a ritual intended to enclose Ruwatan a location is then changed in the Java implementation because most people now tend to believe things that are scientific.
 
Ritual Ruwatan in the Java community that still applies normally is invisible fencing is done by providing various types of offerings and perform their own rituals. Application of ritual Ruwatan not much different from one destination to another destination. Typical implementation in the Java community is by holding a puppet play which contains about Ruwatan itself. Puppeteers in displaying pagelarannya present one of several types of play.
 
3. Ruwatan To Village or Area
 
According Primbon Kagungan Dalem KPH tjakraningrat  (Kanjeng Raden hadipati Danureja IV).

In general, pangruwatan version murwa Kala performed by puppet performances that bring the story version murwa Kala and carried out by a special mastermind has the ability in the field of Ruwatan. In the ritual pangruwatan, Sukerta boy cut his hair and, according to Javanese belief, bad luck and misfortune have become dependents of the mastermind because the child has a child Sukerta mastermind. Because the puppet is an event that is considered sacred and costly enough, then the implementation Ruwatan these days with a puppet show performed in a rural or rustic.

Ruwatan process as described can be directed to someone who will do ruwat, but its implementation in the daytime. As for doing ruwat environmental compartments, usually done at night. Timing of implementation of the performance difference is determined through the calculation of days and pasaran.
 
 
 Ruwatan offerings .....

  1. Two sticks srep dadap complete with leaves.
  2. Two sugarcane stem with leaves.
  3. A pair of young coconut.
  4. Two rice belt.
  5. Two bunches of palm fruit.
  6. Two bunches of bananas.
  7. Kitchen appliance like a frying pan, ladle etc..
  8. Farming tools: hoe, sickle, hat etc..
  9. A pair of pigeons, ducks, geese, etc..
  10. number of chickens, one sukerto, one chicken. rooster for Sukerto adult male, hen for sukerto women. Young rooster to sukerto male adolescents, young hen to sukerto teenage daughter.
  11. seven pieces of batik: build tulak, sindur, ivory jasmine, poleng cement, truntum, tendrils and Tuwuh ringin watu.
  12. New Kendil filled with rice and an egg, two bunches of banana king, have not yet so beautiful, flower-rice flour mixed with cream flowers, with a value of money or Rp.250 or Rp.2500 Rp.25.
  13. New mats and pillows, perfume, combs, powder, mirrors and kendil.
  14. Among Sekul-rice with vegetables and eggs, usually for bancakan, thanksgiving child.
  15. Sekul liwet-flattened rice with sauce.
  16. A pair of knee-two spheres golong sticky rice with fried egg.
  17. Some fruits diamond, one of which is filled fried catfish or Wader.
  18. Golong orean for each sukerto (dots rice with grilled chicken). For any amount in accordance with weton sukerto. Suppose that weton sukerto Legi Sunday, golong oreannya 10 seeds, which Saturday Paing oreannya number 18, and so on.
  19. Robyong cone, rice cones are placed on top of red pepper mixed vegetables and boiled eggs gudangan around cone.
  20. Sekul gebuli, Kebuli rice with fish dishes.
  21. Rasulan, rice with goat meat and vegetables.
  22. Jajanpasar, some cakes are usually sold in the market.
  23. Pala kependem, such as cassava, beans. Four rice cone, color: red, white, black and yellow.
  24. 7 kinds of salad and 7 kinds of porridge. Do groats are made from the Moringa leaf, flower-charcoal charcoal-fried rice with sugar water stimulation, gethok fresh-cut meat with coconut milk and sugar water, wacky pieces of turmeric papah lompong / trunk taro with sugar water, ulek-degan-wedge a variety of fruit with chili and sugar water, coconut water mixed with slices of coconut palm sugar added.
  25. Various porridge porridge: red and white, pliringan red and white stripes with a little red in the middle, bulusangrem - in the form of machinations are hatching, cross over the existing red cross and white pulp, sungsum rice flour porridge Java were given sugar water.
  26. Wine and guess / legen-drink fresh from the palm tree.
  27. Klepat-klepet-leaf gadungsari and dadap srep wrapped in coconut leaves.
  28. Klepon - red and white pancake, crawl, crawl - misbegotten and diamond.
  29. A pair of twins who dipayungi Virgin.
  30. A new whip.
  31. A broom stick tied with a silver bracelet 
 
 
Persons belonging to categories sukerto or person to do ruwat
 

Ronggowarsito poet in the book of Kings Library Sukerta mention people there are 136 kinds.

Book Centini (Sri Paku Buwana V) only mentions 19 kinds.   
 
Serat Murwakala mention as many as 147 kinds.

And the Book of the Manik Maya and Pakem Pengruwatan  Murwakala equally Sukerta mention there are 60 kinds of people.
 
1.  Ontang-Anting, which is an only child male or female. 
2.  Uger-Uger Lawang, the two children who both men with no record of children who died.
3.  Sendhang kapit pancuran, namely 3 children, the eldest and the youngest male to 2  children were girls.
4.  Pancuran kapit sendhang, namely 3 children, the eldest and the youngest woman to 2 children were male.
5.  Anak Bungkus, that child when the birth was covered by a membrane wrapping a baby (the placenta).
6.  Anak Kembar, the two twin son or daughter or twin twin "Dampit" ie a man and a woman (who was born at the same time).
7.   Kembang sepasang, the two children who are both women.
8.   Kendhana-Kendhini, namely two children by one venter consists of a man and a woman.
9.   Saramba, is 4 children who are all male.
10. Srimpi, is 4 children are all girls.
11. Mancalaputra or the Pandavas, the child who is fifth all-male.
12. Mancalaputri, that is 5 children, all girls.
13. Pipilan, the 5 children that consists of 4 girls and 1 boy.
14. Padangan, the 5 children that consists of 4 men and 1 girl.
15. Julung Pujud, the child born at sunset.
16. Julung Wangi, the child is born simultaneously with the rising sun.
17. Julung Sungsang, the child who was born exactly at 12 noon.
18. Tiba Ungker, ie children born, then died.
19. Jempina, ie new children aged 7 months in utero is born.
20. Tiba Sampir, ie children born Berkalung intestine.
21. Margana, ie children born on the way.
22. Wahana, ie children born yard or driveway.
23. Siwah or Salewah, ie children who are born with having two macem skin color, eg black and white.
24. Bule, ie children born skinned and white-haired "Caucasian".
25. Krisna, the son born to have black skin.
26. Walika, ie children born bajang tangible or dwarf.
27. Wungkuk, ie children who are born with crooked backs.
28. Dengkak, ie children born with prominent backache, like the camel's back.
29. Wujil, ie a child born with a body manikin or short.
30. Lawang Menga, ie children born simultaneously out "Candikala" ie when the color of yellowish red sky.
31. Made, is a child born without a mat (mat).
32. People who when cooking the rice, tear down "Dandhang" (place of rice).
33. Solve "Pipisan" and break "Gandik" (instrument grounding and stone grinder to smooth the traditional medicinal herbs).
34. People who live in the house that there is no "cap keyongnya".
35. People slept on a mattress without sheets (mattress cover).
36. People who make pepajangan or decorations without samir or banana leaves.
37. People who have a barn or storage shed where rice and copra without a base & roof.
38. People who place property in a place (dandhang - for example) without a lid.
39. People who make the fleas are still alive.
40. People who stand in the middle of the door.
41. People who sit in front of (threshold) door.
42. People who always chin.
43. People who like to burn the onion skin.
44. People who complain of a container / place (eg dandhang pitted with dandhang).
45. People who like burning hair.
46. People who are happy with the bamboo mat burn (galar).
47. People who like to burn wood tree "Moringa".
48. People who love to burn the bones.
49. People who are happy to sweep the trash without discarded or burned at once.
50. People who like to throw salt.
51. People who are happy to throw trash out the window.
52. People who are happy to dispose of garbage or dirt under (dikolong) bed.
53. People who sleep at sunrise.
54. People who sleep at the time of sunset (wayah surup).
55. People who climb trees or holes in the daytime hours of 12 noon (wayah bedhug).
56. People who sleep at a time when daylight hours of 12 noon.
57. People who cook rice,  left to go to their neighbor .
58. People who like to claim the rights of others
59. People who like to leave the rice in the "dimples" (where the rice pounder).
60. People who are careless, thus pulling down clothesline "sesame seeds" (grains).  
 
That's 60 kinds of "Sukerta" according to the Book Manik Maya and Pakem Pengruwatan.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar