Ruwatan adalah salah satu tradisi jawa yang
sudah berumur ratusan tahun, yang sampai sekarang masih dipertahankan oleh
masyarakat jawa pada umumnya. Dalam pelaksanaanya, ruwatan sebenarnya adalah
doa untuk memohon perlindungan kepada Allah SWT dari berbagai mara bahaya dan
bencana, baik untuk diri sendiri ataupun untuk lingkungan yang ada di sekitar
kita.
Dalam
masyarakat Jawa, ruwatan biasanya dilakukan dengan mengadakan pagelaran
pewayangan. Pagelaran wayang kulit ruwatan dilakukan pada siang hari dan dalangnya
pun merupakan dalang ruwat. Berbeda dengan pagelaran wayang kulit pada umumnya,
yang dilakukan pada malam hari semalam suntuk.
Dalam
masyarakat Jawa, ritual ruwat dibedakan dalam tiga golongan besar yaitu :
1. Ritual ruwat untuk diri sendiri.
2. Ritual ruwat untuk lingkungan.
3. Ritual ruwat untuk wilayah.
2. Ritual ruwat untuk lingkungan.
3. Ritual ruwat untuk wilayah.
1. Ruwatan Diri Sendiri
Ritual Ruwatan Diri Sendiri Menurut Kitab
Primbon Mantrawara III, Mantra Yuda
Apabila
dalam kehidupan sehari harinya, apabila seseorang merasa selalu sial atau dalam
bahasa jawa disebut apes, menurut kepercayaan Jawa orang seperti ini harus
melakukan upacara ruwatan terhadap diri sendiri atau yang disebut Ruwatan
Anggara Kencana. dalam kepercayaan masyarakat jawa, kesialan yang sering
dialami berasal dari sedulur papat limo pancer atau yang timbul karena
keberadaan makhluk halus.
Syarat
dari ritual ini adalah mengambil sedikit darah di sekitar tempat keberadaan
atau bersemayamnya makhluk halus itu. Darah yang diambil kemudian (dilarung).
Cara mengambil darah ini adalah dengan mengunakan duri yang kemudian dioleskan
pada kapas putih. Duri dan kapas nantinya akan dilabuh bersama-sama dengan
syarat yang lain, berupa :
1. Beras
4 kg,
2. Salawat 1 Dirham (uang senilai emas 1 gram),
3. Ayam,
4. Teklek (sandal dari kayu, atau bisa digantikan sandal biasa),
5. Benang Lawe satu gulung,
6. Telur ayam yang baru saja keluar (belum ada sehari),
7. Gula setangkep (gula Jawa satu pasang), gula pasir 1 kg,
8. Kelapa 1 buah.
2. Salawat 1 Dirham (uang senilai emas 1 gram),
3. Ayam,
4. Teklek (sandal dari kayu, atau bisa digantikan sandal biasa),
5. Benang Lawe satu gulung,
6. Telur ayam yang baru saja keluar (belum ada sehari),
7. Gula setangkep (gula Jawa satu pasang), gula pasir 1 kg,
8. Kelapa 1 buah.
Kelapa,
benang lawe, telur ayam, beserta kapas dan duri dilabuh sambil membaca mantera:
“Ingsung ora mbuwang klapa lan isine, ananging mbuwang apa kang ndadekake
apesing awakku”. (Aku tidak membuang kelapa beserta isinya, tetapi aku membuang
apa yang menjadikan kesialan bagiku).
Selain
beberapa benda yang dilarung atau dilabuh tersebut, diikrarkan untuk
disedekahkan kepada siap yang dikehendakinya, dan sebaiknya sodaqoh kepada
orang yang membutuhkan.
2. Ruwatan Untuk Lingkungan
Ruwatan
yang dilakukan untuk lingkungan biasanya dilakukan dengan sebutan mageri atau
memberikan pagar gaib pada sebuah lokasi. Hal semacam memberikan pagar gaib
pada sebuah lokasi (anggap saja rumah) ditujukan untuk beberapa hal, antara
lain :
1. Memberikan
daya magis yang bersifat menahan, menolak, atau memindahkan daya (energi)
negatif yang berada dalam rumah atau hendak masuk kedalam rumah. Cara semacam
ini biasanya dilakukan dengan menanam tumbal yang diperlukan, misalnya kepala
kerbau atau kepala kambing.
2.
Memberikan
pagar agar tidak dimasuki oleh orang yang hendak berniat jahat.
3. Memberikan
kekuatan gaib yang bersifat mengusir atau mengurung makhluk halus yang berbeda
dalam lingkup pagar gaib.
Pada
saat ini, bentuk pemagaran gaib yang sering ditemui dalam masyarakat Jawa
sekitar kita berbentuk menanam rajah, menanam tumbal, membaca doa untuk membuat
pagar dan masih banyak metede lainnya. Acara atau ritual ruwatan yang ditujukan
untuk memagari sebuah lokasi ini kemudian berubah dalam pelaksanaannya karena
sebagian masyarakat Jawa sekarang sudah cenderung mempercayai hal-hal yang
bersifat ilmiah.
Ritual
ruwatan dalam masyarakat Jawa yang masih berlaku biasanya adalah
pemagaran gaib yang dilakukan dengan menyediakan berbagai jenis sesaji dan
melakukan ritual sendiri. Penerapan ritual ruwatan tidak jauh berbeda antara
satu tujuan dengan tujuan yang lain. Pelaksanaan yang umum dilakukan dalam
masyarakat Jawa adalah dengan menggelar lakon pewayangan yang berisi tentang
ruwatan itu sendiri. Dalang dalam menampilkan pagelarannya menyajikan salah
satu dari beberapa jenis lakon.
3. Ruwatan Untuk Desa atau Wilayah Yang Luas
Menurut Babon Primbon Kagungan Dalem KPH
Tjakraningrat (Kanjeng Raden hadipati Danureja IV).
Pada
umumnya, pangruwatan Murwa Kala dilakukan dengan pagelaran pewayangan yang
membawa cerita Murwa Kala dan dilakukan oleh dalang khusus memiliki kemampuan
dalam bidang ruwatan. Pada ritual pangruwatan, bocah sukerta dipotong rambutnya
dan menurut kepercayaan masyarakat Jawa, kesialan dan kemalangan sudah menjadi
tanggungan dari dalang karena anak sukerta sudah menjadi anak dalang.
Karena pagelaran wayang merupakan acara yang dianggap sakral dan
memerlukan biaya yang cukup banyak, maka pelaksanaan ruwatan pada zaman
sekarang ini dengan pagelaran wayang dilakukan dalam wilayah pedesaan atau
pedusunan.
Proses
ruwatan seperti yang diterangkan ini bisa ditujukan untuk seseorang yang akan
diruwat, namun pelaksanaannya pada siang hari. Sedangkang untuk meruwat lingkup
lingkungan, biasanya dilakukan pada malam hari. Perbedaan pemilihan waktu
pelaksanaan pagelaran ditentukan melalui perhitungan hari dan pasaran.
Sesaji ruwatan.....
1. Dua
ranting kayu dadap srep lengkap dengan daunnya.
2. Dua
batang tebu dengan daunnya.
3. Sepasang
kelapa muda.
4. Dua
ikat padi.
5. Dua tandan
buah kelapa.
6. Dua
tandan buah pisang.
7. Alat
dapur seperti penggorengan, centong dll.
8. Alat
pertanian : cangkul, arit,caping dll.
9. Sepasang
merpati, bebek, angsa dll.
10. Disedikan
sejumlah ayam, satu sukerto satu ayam.Ayam jago untuk sukerto lelaki dewasa,
ayam betina untuk sukerto wanita . Ayam jago muda untuk sukerto lelaki remaja,
ayam betina muda untuk sukerto putri remaja.
11. Tujuh
lembar batik dengan motif : bangun tulak, sindur, gading melati, poleng semen,
truntum, sulur ringin dan tuwuh watu.
12. Kendil
baru diisi beras dan sebuah telor, dua sisir pisang raja, suruh ayu yang belum
jadi,kembang boreh- tepung beras dicampur kembang, uang dengan nilai Rp.25 atau
Rp.250 atau Rp.2500.
13. Tikar
dan bantal baru, minyak wangi, sisir, bedak, cermin dan kendil.
14. Sekul
among- nasi dengan sayuran dan telur, biasanya untuk bancakan, syukuran anak
kecil.
15. Sekul
liwet- nasi dengan lauk sambal gepeng.
16. Sepasang
golong lulut- dua bulatan nasi ketan dengan telur goreng.
17. Beberapa
buah ketupat, salah satunya diisi ikan lele atau wader goreng.
18. Golong
orean untuk setiap sukerto ( bulatan nasi dengan ayam panggang). Untuk setiap
sukerto jumlahnya sesuai dengan wetonnya. Misal sukerto yang wetonnya Minggu
Legi, golong oreannya 10 biji, yang Sabtu Paing jumlah oreannya 18, begitu
seterusnya.
19. Tumpeng
robyong, nasi tumpeng yang diatasnya ditaruh cabe merah dicampur sayur gudangan
dan telur rebus mengitari tumpeng.
20. Sekul
gebuli, nasi kebuli dengan lauk ikan.
21. Rasulan,
nasi dengan lauk daging kambing dan sayuran.
22. Jajan
pasar, beberapa kue yang biasa dijual dipasar.
23. Pala
kependem,seperti ketela, kacang dsb. Empat tumpeng nasi, warnanya :
merah, putih, hitam dan kuning.
24. 7
macam rujak dan 7 macam bubur. Jangan menir yang dibuat dari daun kelor,
arang-arang kembang- nasi goreng sangan dengan air gula, gethok- potongan
daging segar dengan santan dan air gula, edan- potongan kunyit dari papah
lompong/batang talas dengan air gula, ulek –degan- irisan berbagai buah dengan
cabai dan air gula, irisan kelapa dicampur air kelapa ditambah gula
kelapa.
25. Berbagai
bubur jenang : merah putih, pliringan- garis-garis merah putih dengan sedikit
merah ditengah, bulus angrem – dalam bentuk bulus sedang mengeram, palang-
diatas bubur merah ada palang putih, sungsum – bubur tepung beras diberi air
gula Jawa.
26. Tuak
dan badek/ legen- minuman segar dari pohon aren.
27.
Klepat-klepet-
daun gadungsari dan dadap srep dibungkus dengan daun kelapa.
28. Klepon
– serabi merah putih, uler-uler – jadah dan wajik.
29. Sepasang
kembar mayang yang dipayungi.
30. Sebuah
pecut baru.
31. Sebuah
sapu lidi yang diikat dengan gelang perak
Orang yang termasuk kategori sukerto atau orang
yang yang harus diruwat
Pujangga
Ronggowarsito dalam kitab Pustaka Raja Purwa menyebutkan orang sukerta ada 136 macam.
Kitab
Centini (Sri Paku Buwana V) hanya menyebutkan 19 macam.
Serat
Murwakala menyebutkan sebanyak 147 macam.
Dan
Kitab Manik Maya dan Pakem Pengruwatan Murwakala sama-sama menyebutkan orang
sukerta ada 60 macam.
1. Ontang-Anting,
yaitu anak tunggal laki-laki atau perempuan.
2. Uger-Uger
Lawang, yaitu dua orang anak yang kedua-duanya laki-laki dengan catatan tidak
anak yang meninggal.
3. Sendhang
Kapit Pancuran, yaitu 3 orang anak, yang sulung dan yang bungsu laki-laki
sedang anak yang ke 2 perempuan.
4. Pancuran
Kapit Sendhang, yaitu 3 orang anak, yang sulung dan yang bungsu perempuan
sedang anak yang ke 2 laki-laki.
5. Anak
Bungkus, yaitu anak yang ketika lahirnya masih terbungkus oleh selaput
pembungkus bayi ( placenta ).
6. Anak
Kembar, yaitu dua orang kembar putra atau kembar putri atau kembar “dampit”
yaitu seorang laki-laki dan seorang perempuan ( yang lahir pada saat bersamaan
) .
7. Kembang
Sepasang, yaitu sepasang bunga yaitu dua orang anak yang kedua-duanya
perempuan.
8. Kendhana-Kendhini,
yaitu dua orang anak sekandung terdiri dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan.
9. Saramba,
yaitu 4 orang anak yang semuanya laki-laki.
10. Srimpi,
yaitu 4 orang anak yang semuanya perempuan.
11. Mancalaputra
atau Pandawa, yaitu 5 orang anakyang semuanya laki-laki.
12. Mancalaputri,
yaitu 5 orang anak yang semuanya perempuan.
13. Pipilan,
yaitu 5 orang anak yang terdiri dari 4 orang anak perempuan dan 1 orang anak
laki-laki.
14. Padangan,
yaitu 5 orang anak yang terdiri dari 4 orang laki-laki dan 1 orang anak
perempuan.
15. Julung
Pujud, yaitu anak yang lahir saat matahari terbenam.
16. Julung
Wangi, yaitu anak yang lahir bersamaan dengan terbitnya matahari.
17. Julung
Sungsang, yaitu anak yang lahir tepat jam 12 siang.
18. Tiba
Ungker, yaitu anak yang lahir, kemudian meninggal.
19. Jempina,
yaitu anak yang baru berumur 7 bulan dalam kandungan sudah lahir.
20. Tiba
Sampir, yaitu anak yang lahir berkalung usus.
21. Margana,
yaitu anak yang lahir dalam perjalanan.
22. Wahana,
yaitu anak yang lahir dihalaman atau pekarangan rumah.
23. Siwah
atau Salewah, yaitu anak yang dilahirkan dengan memiliki kulit dua macem warna,
misalnya hitam dan putih.
24. Bule,
yaitu anak yang dilahirkan berkulit dan berambut putih ” bule “.
25. Kresna,
yaitu anak yang dilahirkan memiliki kulit hitam.
26. Walika,
yaitu anak yang dilahirkan berwujud bajang atau kerdil.
27. Wungkuk,
yaitu anak yang dilahirkan dengan punggung bengkok.
28. Dengkak,
yaitu anak yang dilahirkan dengan punggung menonjol, seperti punggung onta .
29. Wujil,
yaitu anak yang lahir dengan badan cebol atau pendek.
30. Lawang
Menga, yaitu anak yang dilahirkan bersamaan keluarnya ” Candikala ” yaitu
ketika warna langit merah kekuning-kuningan.
31. Made,
yaitu anak yang lahir tanpa alas ( tikar ).
32. Orang
yang ketika menanak nasi, merobohkan ” Dandhang ” ( tempat menanak nasi ).
33. Memecahkan
” Pipisan ” dan mematahkan ” Gandik ” ( alat landasan dan batu penggiling untuk
menghaluskan ramu-ramuan obat tradisional).
34. Orang
yang bertempat tinggal di dalam rumah yang tak ada ” tutup keyongnya “.
35. Orang
tidur di atas kasur tanpa sprei ( penutup kasur ).
36. Orang
yang membuat pepajangan atau dekorasi tanpa samir atau daun pisang.
37. Orang
yang memiliki lumbung atau gudang tempat penyimpanan padi dan kopra tanpa
diberi alas dan atap.
38. Orang
yang menempatkan barang di suatu tempat ( dandhang – misalnya ) tanpa ada
tutupnya.
39. Orang
yang membuat kutu masih hidup.
40. Orang
yang berdiri ditengah-tengah pintu.
41. Orang
yang duduk didepan ( ambang ) pintu.
42. Orang
yang selalu bertopang dagu.
43. Orang
yang gemar membakar kulit bawang.
44. Orang
yang mengadu suatu wadah / tempat ( misalnya dandhang diadu dengan dandhang ).
45. Orang
yang senang membakar rambut.
46. Orang
yang senang membakar tikar dengan bambu ( galar ).
47. Orang
yang senang membakar kayu pohon ” kelor “.
48. Orang
yang senang membakar tulang.
49. Orang
yang senang menyapu sampah tanpa dibuang atau dibakar sekaligus .
50. Orang
yang suka membuang garam.
51. Orang
yang senang membuang sampah lewat jendela.
52. Orang
yang senang membuang sampah atau kotoran dibawah ( dikolong ) tempat tidur.
53. Orang
yang tidur pada waktu matahari terbit .
54. Orang
yang tidur pada waktu matahari terbenam ( wayah surup ).
55. Orang
yang memanjat pohon disiang hari bolong atau jam 12 siang ( wayah bedhug ).
56. Orang
yang tidur diwaktu siang hari bolong jam 12 siang.
57. Orang
yang menanak nasi, kemuadian ditinggal pergi ketetangga.
58. Orang
yang suka mengaku hak orang lain
59. Orang
yang suka meninggalkan beras di dalam ” lesung ” ( tempat penumbuk nasi ).
60. Orang yang lengah, sehingga merobohkan jemuran
” wijen ” ( biji-bijian ).
Itulah
60 jenis ” Sukerta ” menurut Kitab Manik Maya dan Pakem Pengruwata.
RUWATAN
Ruwatan
Javanese tradition is one of hundreds that have been aged out, which is still
maintained by the Java community at large. In its implementation, is actually
Ruwatan to invoke the protection prayer to God Almighty from a variety of
dangers and disasters, either for yourself or for the environment that exists
around us.
In the Java community, Ruwatan usually done by
holding a puppet show. Leather puppet Ruwatan done during the day and was a
mastermind behind it ruwat. Unlike the leather puppet in general, which is done
at night all night long.
In the Java community, ritual ruwat differentiated
into three major categories namely:
1. Ruwatan for yourself.
2. Ruwatan for the environment.
3. Ruwatan for the region.
2. Ruwatan for the environment.
3. Ruwatan for the region.
1. Ruwatan Yourself
Ritual Ruwatan Yourself According to the Book Primbon Mantrawara III, Mantra Yuda....
If in real life day, if a person feels is always
unlucky or in the Java language called apes, according to Javanese beliefs of
people like this should do the ceremony Ruwatan to self or so-called Golden
Ruwatan Anggara. in the Java community trust, which is often experienced bad
luck comes from sedulur papat limo pancer or arising due to the existence
of supernatural beings.
Terms of this ritual is taking a bit of blood
around the existence or spirits bersemayamnya it. Blood is taken and then
washed away into rivers or the sea. How to take this blood is by using a burr
which is then smeared on white cotton. Dorsal and cotton will be washed away
into rivers or the sea together with other conditions, such as:
1. 4 kg of rice,
2. Salawat 1 dirham (money worth gold 1 gram),
3. chicken,
4. Teklek (wooden sandals, or slippers can be replaced by ordinary),
5. Yarn Lawe one ball,
6. Chicken egg that has just come out (no day),
7. Setangkep sugar (sugar Java one pair), 1 kg sugar,
8. Coconut a fruit.
2. Salawat 1 dirham (money worth gold 1 gram),
3. chicken,
4. Teklek (wooden sandals, or slippers can be replaced by ordinary),
5. Yarn Lawe one ball,
6. Chicken egg that has just come out (no day),
7. Setangkep sugar (sugar Java one pair), 1 kg sugar,
8. Coconut a fruit.
Coconut, cotton waste yarn, chicken eggs, along
with cotton and thorns into rivers or the sea swept away while reading the
incantation:
"Ingsung Ora mbuwang klapa lan isine , ananging mbuwang apa kang ndadekake apesing awakku". (I did not throw coconuts and its contents, but I throw away what makes the bad luck to me).
Apart from a few objects that dilarung / dilabuh or washed away into rivers or the sea, swore to the wherewithal to be ready she wants, and should sodaqoh to people in need.
"Ingsung Ora mbuwang klapa lan isine , ananging mbuwang apa kang ndadekake apesing awakku". (I did not throw coconuts and its contents, but I throw away what makes the bad luck to me).
Apart from a few objects that dilarung / dilabuh or washed away into rivers or the sea, swore to the wherewithal to be ready she wants, and should sodaqoh to people in need.
2. Ruwatan
To Environment
Ruwatan being done to the environment is usually done with the title mageri or provide magical fence at a location. It sort of gives the fence unseen on a site (let's say a house) is intended for several things, among others:
1. Give the magical power of nature resist, refuse,
or move the power (energy) is negative which is in the home or about to go into
the house. Such measures are usually carried out by planting victimizing
necessary, for example, the head of buffalo or goat's head.
2. Provide a fence so as not to be entered by people who
want to harm.
3. Provide supernatural powers that are expelled or
shut different spirits within the scope of magical fence.
At this time, the form of invisible fencing that
is often encountered in the Java community around us-shaped rajah planting,
planting victimizing, read a prayer to make fences and many other metede. Event
or a ritual intended to enclose Ruwatan a location is then changed in the Java
implementation because most people now tend to believe things that are
scientific.
Ritual Ruwatan in the Java community that still
applies normally is invisible fencing is done by providing various types of
offerings and perform their own rituals. Application of ritual Ruwatan not much
different from one destination to another destination. Typical implementation
in the Java community is by holding a puppet play which contains about Ruwatan
itself. Puppeteers in displaying pagelarannya present one of several types of
play.
3. Ruwatan
To Village or Area
According Primbon Kagungan Dalem KPH tjakraningrat (Kanjeng Raden hadipati Danureja IV).
In general, pangruwatan version murwa Kala performed by puppet performances that bring the story version murwa Kala and carried out by a special mastermind has the ability in the field of Ruwatan. In the ritual pangruwatan, Sukerta boy cut his hair and, according to Javanese belief, bad luck and misfortune have become dependents of the mastermind because the child has a child Sukerta mastermind. Because the puppet is an event that is considered sacred and costly enough, then the implementation Ruwatan these days with a puppet show performed in a rural or rustic.
Ruwatan process as described can be directed to someone who will do ruwat, but its implementation in the daytime. As for doing ruwat environmental compartments, usually done at night. Timing of implementation of the performance difference is determined through the calculation of days and pasaran.
Ruwatan
offerings .....
- Two sticks srep dadap complete with leaves.
- Two sugarcane stem with leaves.
- A pair of young coconut.
- Two rice belt.
- Two bunches of palm fruit.
- Two bunches of bananas.
- Kitchen appliance like a frying pan, ladle etc..
- Farming tools: hoe, sickle, hat etc..
- A pair of pigeons, ducks, geese, etc..
- number of chickens, one sukerto, one chicken. rooster for Sukerto adult male, hen for sukerto women. Young rooster to sukerto male adolescents, young hen to sukerto teenage daughter.
- seven pieces of batik: build tulak, sindur, ivory jasmine, poleng cement, truntum, tendrils and Tuwuh ringin watu.
- New Kendil filled with rice and an egg, two bunches of banana king, have not yet so beautiful, flower-rice flour mixed with cream flowers, with a value of money or Rp.250 or Rp.2500 Rp.25.
- New mats and pillows, perfume, combs, powder, mirrors and kendil.
- Among Sekul-rice with vegetables and eggs, usually for bancakan, thanksgiving child.
- Sekul liwet-flattened rice with sauce.
- A pair of knee-two spheres golong sticky rice with fried egg.
- Some fruits diamond, one of which is filled fried catfish or Wader.
- Golong orean for each sukerto (dots rice with grilled chicken). For any amount in accordance with weton sukerto. Suppose that weton sukerto Legi Sunday, golong oreannya 10 seeds, which Saturday Paing oreannya number 18, and so on.
- Robyong cone, rice cones are placed on top of red pepper mixed vegetables and boiled eggs gudangan around cone.
- Sekul gebuli, Kebuli rice with fish dishes.
- Rasulan, rice with goat meat and vegetables.
- Jajanpasar, some cakes are usually sold in the market.
- Pala kependem, such as cassava, beans. Four rice cone, color: red, white, black and yellow.
- 7 kinds of salad and 7 kinds of porridge. Do groats are made from the Moringa leaf, flower-charcoal charcoal-fried rice with sugar water stimulation, gethok fresh-cut meat with coconut milk and sugar water, wacky pieces of turmeric papah lompong / trunk taro with sugar water, ulek-degan-wedge a variety of fruit with chili and sugar water, coconut water mixed with slices of coconut palm sugar added.
- Various porridge porridge: red and white, pliringan red and white stripes with a little red in the middle, bulusangrem - in the form of machinations are hatching, cross over the existing red cross and white pulp, sungsum rice flour porridge Java were given sugar water.
- Wine and guess / legen-drink fresh from the palm tree.
- Klepat-klepet-leaf gadungsari and dadap srep wrapped in coconut leaves.
- Klepon - red and white pancake, crawl, crawl - misbegotten and diamond.
- A pair of twins who dipayungi Virgin.
- A new whip.
- A broom stick tied with a silver bracelet
Persons
belonging to categories sukerto or person to do ruwat
Ronggowarsito poet in the book of Kings Library Sukerta mention people there are 136 kinds.
Book Centini (Sri Paku Buwana V) only mentions 19 kinds.
Serat Murwakala mention as many as 147 kinds.
And the Book of the Manik Maya and Pakem Pengruwatan Murwakala equally Sukerta mention there are 60 kinds of people.
1. Ontang-Anting, which is an only child male or
female.
2. Uger-Uger Lawang, the two children who both men
with no record of children who died.
3. Sendhang kapit pancuran, namely 3 children, the
eldest and the youngest male to 2 children were girls.
4. Pancuran kapit sendhang, namely 3 children, the
eldest and the youngest woman to 2 children were male.
5. Anak
Bungkus, that child when the birth was covered by a membrane wrapping a baby
(the placenta).
6. Anak
Kembar, the two twin son or daughter or twin twin "Dampit" ie a man
and a woman (who was born at the same time).
7.
Kembang sepasang, the two children who are both
women.
8.
Kendhana-Kendhini, namely two children by one
venter consists of a man and a woman.
9. Saramba, is 4 children who are all male.
10. Srimpi, is 4 children are all girls.
11. Mancalaputra or the Pandavas, the child who is
fifth all-male.
12. Mancalaputri, that is 5 children, all girls.
13. Pipilan, the 5 children that consists of 4 girls
and 1 boy.
14. Padangan, the 5 children that consists of 4 men
and 1 girl.
15. Julung
Pujud, the child born at sunset.
16. Julung
Wangi, the child is born simultaneously with the rising sun.
17. Julung
Sungsang, the child who was born exactly at 12 noon.
18. Tiba
Ungker, ie children born, then died.
19. Jempina, ie new children aged 7 months in utero is
born.
20. Tiba
Sampir, ie children born Berkalung intestine.
21. Margana, ie children born on the way.
22. Wahana, ie children born yard or driveway.
23. Siwah or Salewah, ie children who are born with
having two macem skin color, eg black and white.
24. Bule, ie children
born skinned and white-haired "Caucasian".
25. Krisna, the son born to have black skin.
26. Walika, ie children born bajang tangible or dwarf.
27. Wungkuk, ie children who are born with crooked
backs.
28. Dengkak, ie children born with prominent backache,
like the camel's back.
29. Wujil, ie a child born with a body manikin or
short.
30. Lawang
Menga, ie children born simultaneously out "Candikala" ie when the
color of yellowish red sky.
31. Made, is a child born without a mat (mat).
32. People who when cooking the rice, tear down
"Dandhang" (place of rice).
33. Solve "Pipisan" and break
"Gandik" (instrument grounding and stone grinder to smooth the
traditional medicinal herbs).
34. People who live in the house that there is no
"cap keyongnya".
35. People slept on a mattress without sheets
(mattress cover).
36. People who make pepajangan or decorations without
samir or banana leaves.
37. People who have a barn or storage shed where rice
and copra without a base & roof.
38. People who place property in a place (dandhang -
for example) without a lid.
39. People who make the fleas are still alive.
40. People who stand in the middle of the door.
41. People who sit in front of (threshold) door.
42. People who always chin.
43. People who like to burn the onion skin.
44. People who complain of a container / place (eg
dandhang pitted with dandhang).
45. People who like burning hair.
46. People who are happy with the bamboo mat burn
(galar).
47. People who like to burn wood tree
"Moringa".
48. People who love to burn the bones.
49. People who are happy to sweep the trash without
discarded or burned at once.
50. People who like to throw salt.
51. People who are happy to throw trash out the
window.
52. People who are happy to dispose of garbage or dirt
under (dikolong) bed.
53. People who sleep at sunrise.
54. People who sleep at the time of sunset (wayah
surup).
55. People who climb trees or holes in the daytime
hours of 12 noon (wayah bedhug).
56. People who sleep at a time when daylight hours of 12 noon.
57. People who cook rice, left to
go to their neighbor .
58. People who like to claim the rights of others
59. People who like to leave the rice in the
"dimples" (where the rice pounder).
60. People who are careless, thus pulling down
clothesline "sesame seeds" (grains).
That's 60 kinds of "Sukerta" according
to the Book Manik Maya and Pakem Pengruwatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar